Bermula dari bentuk kekecewaan atas hasil keputusan Perjanjian Renville (Indonesia - Belanda) 1948,
mungkin bisa menjadi salah satu pemicu apa yang menimpa Desa Cibungur diawal tahun 50’an kala itu, dimana sebuah desa di Kabupaten Purwakarta yang masih dikelilingi area hutan belantara dijadikan tempat persembunyian para laskar pejuang yang pernah bergabung dengan Divisi Siliwangi yang saat itu terusir dari wilayah Jawa Barat karena jatuh pada kekuasaan Belanda, tapi sebagian pasukan sengaja disisakan atas perintah Jendral Soedirman untuk terus melakukan perlawanan dengan bergerilya di wilayah Purwakarta dan Karawang.
Ketika wilayah Jawa Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi tahun 1950 tentu menjadi sebuah kabar yang menggembirakan bagi seluruh rakyat indonesia, namun setelah itu justru menjadi awal malapetaka bagi warga Desa Cibungur dan dikenal dengan "Jaman Gerombolan", yaitu mereka yang datang menggunakan pakaian serba hitam menyantroni rumah - rumah penduduk kampung Cireungit yakni sebuah kampung terpencil di tepian hutan yang masa itu masih bagian dari wilayah Desa Cibungur.
Dengan bersenjata lengkap para gerombolan ini berhasil menduduki rumah - rumah penduduk Cireungit dan mengusir penguninya, diantaranya adalah Ki Arselin, Ki Mas’an dan Ki Telong yang dengan sangat terpaksa harus pergi meninggalkan rumahnya, terlihat satu diantara para gerombolan itu memegang senjata paling bagus dan gagah. Ya, ternyata dialah sang pemimpin gerombolan bernama Ki Bebe yang tidak pernah lepas dari senjata kesayangannya bernama si Ronggeng, Para gerombolan ini disinyalir bekas pasukan Laskar Bambu Runcing (BR) yang terafiliasi dengan para pejuang gerilya SP88 pimpinan Letkol. Oesman Soemantri yang terus mengobarkan api perlawanan dengan aksi - aksi terrornya terhadap Belanda di wilayah Jawa Barat khususnya di Purwakarta - Karawang.
Entah setan apa yang merasuki Ki Bebe dan anak buahnya, setelah kematian Letkol. Oesman Soemantri
dan pembubaran SP88, gerombolan ini berbalik menerror penduduk. dengan menyebar sepucuk surat, Ki Bebe mulai melancarkan aksi terrornya dengan meminta upeti berupa makanan, uang dan pakaian apabila tidak dipenuhi maka akan dijarah bahkan nyawa melayang menjadi taruhannya, begitulah kira - kira isi setiap surat Ki Bebe yang disebar ke para penduduk Cibungur.
Ki Sadi yang disaat itu sedang maju usahanya memang selalu memberikan upeti, namun untuk kali ini Ki Sadi rupanya telat atau sudah enggan membayarkan upetinya, dan hal itu membuat Ki Bebe sangat murka. Lalu diutuslah anak buahnya untuk mencari Ki Sadi. Dan Tak perlu menunggu waktu lama Ki Sadi pun akhirnya diketemukan, tanpa basa basi lagi Ki Sadi langsung ditembak dan digorok lehernya dirumahnya sendiri, istrinya yang menjerit - jerit melihat kejadian itu kemudian diseret ke dalam hutan, mengetahui ada yang sedang tidak beres, anak Ki Sadi segera masuk ke dalam rumah bermaksud untuk menolong, tapi sang gerombolan segera menghadang dan menodongkan senjata “DOR!” anaknya Ki Sadi ditembak kepalanya dari jarak dekat hingga tembus ke belakang.
Perlakuan biadab tersebut hampir dirasakan semua penduduk, gerombolan Ki Bebe dan anak buahnya semakin merajalela, mereka membunuh, memperkosa, merampas, menjarah, dan menculik tanpa alasan
membuat para penduduk dihantui rasa cemas dan ketakutan yang mendalam hingga penduduk laki - laki banyak yang tidak berani tinggal dirumah apabila malam tiba karena takut menjadi korban keganasan gerombolan Ki Bebe.
Hari terus berlalu bulan dan tahun pun berganti, Suasana mencekam di Desa Cibungur belum juga berakhir, namun apa daya yang bisa dilakukan para penduduk kampung yang mata pencahariannya sebagian besar adalah para petani, agar bisa terus bertahan hidup walau penuh dihantui rasa takut, Ki Atilem melangkahkan kakinya menuju ladang untuk mencangkul lahan garapannya di tepian hutan. Sesampainya di ladang, Ki Atilem kaget bukan kepalang karena di lahan garapannya yang mau dicangkul terbujur seorang mayat perempuan dengan luka gorok dileher yang ternyata masih bisa dikenali dari kecantikan parasnya, yang tidak lain adalah perempuan asal Cikampek bernama Nonih yang biasa berdagang barang rumah tangga ke Desa Cibungur. Korban pedagang dari Cikampek bukan hanya Nonih, ada juga pedagang lain penjaja jasa wantek pewarna pakaian yang menjadi korban gerombolan Ki Bebe, pedagang ini tewas digorok lehernya lalu mayatnya dibuang ke rawa hingga membuat air rawa berubah menjadi merah seperti darah dan tempat tersebut akhirnya dinamakan "Legok Celep". Penemuan mayat bukan kali itu saja terjadi, Ki Atilem yang mempunyai lahan garapan sawah di Cipusar di tepian hutan memang tidak begitu jauh dari persembunyian Ki Bebe dan sering menemukan mayat dan tulang belulang berserakan di dalam hutan dan selokan - selokan yang mengairi sawah Cipusar hingga airnya seperti berminyak dan mengeluarkan aroma bau bangkai. Yang lebih mengenaskan lagi pernah diketemukan berjejernya kepala manusia yang ditancap - tancapkan di pagar ladang petani. Ya, itu lah kepala yang dipenggal korban keganasan dari gerombolan Ki Bebe.
Tak terasa sudah enam tahun berlalu, Ditengah rasa ketakutan para warga Desa Cibungur hidup di bawah bayang - bayang keganasan gerombolan Ki Bebe, Cibungur lalu dikagetkan dengan datangnya pasukan kepolisian dari Bandung dalam rangka operasi penangkapan buronan bernama Samsuri yaitu seorang pembunuh berbahaya asal bandung yang lari ke daerah Cibungur.
Mendengar penjelasan tersebut, kepala Desa Cibungur yang saat itu sedang dijabat Ki Wanadikarta atau
yang sering dikenal dengan nama Lurah Keron menyatakan siap membantu pihak Kepolisian asalkan pihak kepolisian juga siap membantu warga Desa Cibungur menumpas gerombolan Ki Bebe yang belakangan ini membantai warganya secara sadis. Setelah diselidiki, ternyata sang buron yang dimaksud adalah Samsuri yang sudah menikah dengan Esih yaitu penduduk Kampung Cikiara.
Malam itu Polisi segera mengepung rumah Esih. mengetahui dirinya sedang diburu dan akan disergap, Samsuri kemudian mengeluarkan ilmunya yang konon mempunyai ilmu bisa berubah bentuk atau hilang dari pandangan manusia hingga tak mampu dilihat oleh mata biasa atau yang biasa dikenal dengan ilmu Halimun.
Polisi bergegas masuk dan memeriksa semua ruangan di dalam rumah sedangkan sebagian lagi berjaga - jaga diluar agar target tidak lolos dari sergapan. Semua digeledah sampai ke tempat - tempat yang dianggap mencurigakan yang bisa digunakan untuk sembunyi seperti lemari pakaian, kolong kasur, kolong meja dan lainnya. namun sayang upaya itu tetap nihil, Samsuri tidak dapat diketemukan. Mendapat laporan bahwa targetnya tidak ada di dalam, Komandan Pasukan dan Ki Lurah Keron lantas masuk ke dalam rumah, Ki Lurah yang juga di kenal bukan orang sembarangan menatap seluruh isi ruangan lalu menghampiri sang komandan.
"Coba singkapkan itu yang dibawah meja". Bisik Ki Lurah Keron
Mendengar itu, Sang Komandan langsung memerintahkan anak buahnya untuk segera menyingkapkan apa yang ada dibawah meja. Ternyata benar saja, Samsuri sembunyi dibawah meja itu, padahal tadi semua dipastikan hampir tidak ada ruang sedikitpun yang luput dari pemeriksaan. Setelah dibekuk, Samsuri akhirnya diangkut pihak Kepolisian. Lalu kembali pada kesepakatan awal yaitu pihak Kepolisian telah berjanji akan menumpas gerombolan Ki Bebe dan menuntaskan permasalahan yang sedang menimpa warga Desa Cibungur agar bisa menjalani hidup dengan tentram.
Ki Lurah Keron lalu berunding dengan pihak Kepolisian mengatur siasat mencari cara untuk melumpuhkan Ki Bebe dan anak buahnya.
"Ki Bebe itu kalau ilmunya tidak dicabut gurunya, kita tidak bakal menang, karena dia orang yang kebal peluru" begitu kata Ki Lurah Keron dalam diskusi tersebut.
Sebelum mengatur siasat selanjutnya terlebih dahulu harus diketemukan guru Ki Bebe, atas bantuan pamannya Ki Bebe sendiri yang tinggal di Campaka, dapat diketahui bahwa gurunya Ki Bebe adalah berasal dari Banten. Mendengar informasi tersebut, penjemputan guru Ki Bebe dilaksanakan langsung oleh Komisaris Kepolisan dari Purwakarta dengan menggunakan mobil sedan. Setibanya di Banten kemudian disampaikanlah kepada sang guru sepak terjang Ki Bebe selama ini, mengetahui muridnya telah menyalahgunakan ilmunya, guru Ki Bebe pun bersedia ikut ke Cibungur yang kemudian bergabung menjadi tim diskusi bersama Ki Lurah Keron dan Pihak Keamanan lainnya.
"Untuk bisa mengalahkan Ki Bebe kita harus terlebih dahulu menanam pohon haur di tiga penjuru, di
sebelah timur yang dekat stasiun tidak usah, karena dia akan matinya disini pada bulan haji tanggal 12."
Begitulah wejangan yang diberikan gurunya Ki Bebe.
"Kalau begitu, sekarang kita harus cari cara bagaimana agar Ki Bebe mau keluar dari tempat
persembunyiannya di dalam hutan, lalu kita lawan mereka ditempat yang lebih terbuka." Yang lainnya lalu menyahut.
Malam itu Ki Lurah Keron memerintahkan Ki Sekdes Ahim untuk segera menjalankan petuah dari gurunya Ki Bebe, dengan dibantu beberapa anggota Linmas, Ki Ahim menanam pohon haur yang salah satunya ditanam disebelah selatan dekat perbatasan Tegal Sereh, di Cilodong dan terakhir di Hutan Jati Cibungur.
Kemudian entah bagaimana caranya Samsuri Si Buronan yang sebelumnya ditangkap Kepolosian kini muncul kembali ke Cibungur, namun kedatangannya kali ini untuk ikut bergabung dengan gerombolan Ki Bebe, dia masuk ke dalam hutan dan berhasil menemui Ki Bebe, lalu Samsuri menawarkan diri untuk menjadi anak buahnya.
Mendengar pernyataan itu, Ki Bebe tak lantas percaya apalagi langsung menerima permintaan Samsuri,
lalu berseru.dengan lantangnya,
"Memangnya kamu punya apa sampai - sampai ingin diakui sebagai anak buahku hah,!?." Samsuri pun
hanya terdiam,
"Boleh saja kalau kau ingin menjadi anak buahku, tapi sebelum kau kuterima menjadi anak buahku, kau
harus adu tembak dulu denganku,"
Karena saking inginnya bergabung, mendengar tantangan yang dilontarkan Ki Bebe tak membuat nyali
Samsuri menciut, dia lantas menerima tantangan tersebut walau tahu resikonya adalah mati, kalau saja
sampai salah perhutingan jangankan menjadi anak buah Ki Bebe, mati dikuburkan dengan layakpun itu tak akan mungkin.
Keduanya lalu saling berhadapan dengan masing - masing memegang senjata, Samsuri diberi kesempatan pertama untuk menembak, lalu Ki Bebe segera mengusungkan dada sebagai isyarat sudah siap menerima rentetan peluru dari Samsuri,
"Dor…dor..dor…dor..dor..dorr..dorr.." tak lama lalu terdengar tembakan beruntun.
Samsuri sudah melepaskan tembakannya, namun tak satupun peluru yang bisa menembus kulit Ki Bebe, hanya pakainnya saja yang terlihat sobek – sobek akibat berondongan peluru yang dikeluarkan dari senjata Samsuri.
Kini giliran Ki Bebe yang siap mengeksekusi Samsuri dengan menggunakan senjata kesayangannya,
"Dor…dor..dor…dor..dor..dorr..dorr.."
Samsuri tak bergeming sedikitpun kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku dadanya
"pluk..pluk..pluk...pluk...pluk.." rupanya itu peluru - peluru yang dimuntahkan Si Ronggeng berkumpul masuk kedalam saku Samsuri. Tak bisa dipercaya kejadian ini memang diluar logika tapi itulah yang terjadi, semua disaksikan oleh anak buah Ki Bebe.
Setelah yakin bahwa Samsuri bukan orang sembarangan bahkan bisa dikatakan dialah satu satunya orang yang sepadan dengan dirinya karena sama - sama mempunyai ilmu kebal peluru, dan dengan sangat meyakinkan Samsuri akhirnya resmi diangkat menjadi anak buah kepercayaan Ki Bebe.
Lima belas hari telah berlalu, Samsuri keluar masuk hutan bergabung dengan gerombolan Ki Bebe. Di
malam itu di tempat persembunyiaanya di dalam hutan disaat semua sedang berisitirahat, tiba - tiba
terdengar suara tembakan beruntun dari arah selatan yang membuat semuanya terperanjat, lalu Samsuri
segera menemui Ki Bebe.
"Rupanya kita disergap, tempat ini telah dikepung, sebaiknya kita menghindar dari dalam hutan karena
sudah tidak aman, untuk mengelabui mereka sebaiknya kita sembunyi ditempat yang terang, kita akan
berbaur di perkampungan penduduk, dan saya sudah dapat tempatnya, nanti disana semuanya akan
dipersiapkan.”
Tanpa berpikir panjang Ki Bebe lantas mengikuti saran Samsuri, mereka segera bergegas menghindari
kepungan peluru beruntun berjalan melewati sawah Cikondang yang akhirnya sampai di pemukiman warga di pinggir sawah, dan seperti dikatakan Samsuri sebelumnya, memang sudah dipersiapkan beberapa rumah untuk menampung Ki Bebe dan anak buahnya. Lalu, setelah dipastikan semuanya aman, gerombolan ini segera menyantap beberapa hidangan dari si pemilik rumah,
Kecuali Samsuri, Ki Bebe beserta anak buahnya segera mencari posisi tidur untuk melepas lelah setelah
berjalan sekitar +3km. disaat semuanya tertidur, Samsuri kembali menemui Ki Lurah Keron yang memang sudah menunggunya.
Tepatnya jam enam pagi Ki Sekdes Ahim segera berangkat ke Kantor Polisi di Purwakarta untuk melaporkan apa yang terjadi malam tadi di Cibungur. Setelah mendengar laporan Ki Sekdes Ahim, kemudian diberangkatkan tiga mobil pasukan dari Kepolisian dan TNI, Pasukan Kepolisian mengepung
dibagian timur sembunyi di hutan jati dekat Stasiun Cibungur, sedangkan satu mobil dari pasukan TNI mengepung dari jarak dekat perkampungan di sebelah barat.
Mengetahui dirinya sedang dikepung saat mereka masih tertidur pulas, Ki Bebe dan anak buahnya melakukan kontak senjata memberikan perlawanan sehingga terjadi baku tembak. Tapi karena sudah terkepung dan kalah jumlah akhinya Ki Bebe dan anak buahnya semakin terdesak.
“Ki Bebe, keluar kau!,mana tunjukan kesaktianmu.”
Karena memang mempunyai kebal peluru, dengan pervaya diri Ki Bebe pun segera keluar, lalu
“Dor!…Dor!..Dor!”
Ki Bebe langsung ambruk setelah diterjang timah panas dari Pasukan TNI. Melihat pimpinannya tergeletak tak berdaya, anak buah Ki Bebe yang masih hidup akhirnya meyerah dan dibekuk pihak kepolisian. Setelah dipastikan semuanya aman dan tidak ada lagi baku tembak, terlihat Ki Lurah Keron dan Samsuri berbaur bersama para komandan dari Pihak Kepolisian dan TNI.
Walaupun banyak memakan korban jiwa termasuk dua Anggota TNI kedapatan gugur dalam pertempuran, strategi yang dijalankan dinyatakan berhasil sesuai rencana, Ki Bebe akhirnya dapat dilumpuhkan dan dipastikan tewas.
Lalu bagaimana dengan nasib Samsuri anak buah Ki Bebe yang ternyata masih hidup?!
Rupanya dia adalah bagian dari strategi yang disusun dan menjadi sebuah misi khusus, Samsuri sengaja
disisipkan untuk menjadi anak buah Ki Bebe yang ditugaskan untuk dapat menarik gerombolan Ki Bebe keluar dari dalam hutan, Samsuri sebenarnya selalu menjalin komunikasi dengan Ki Lurah Keron untuk membuat siasat seolah – olah telah terjadi penyergapan di dalam hutan, sehingga Ki Bebe pun terperdaya dan akhirnya bisa terpancing keluar. Ilmu kebalnya luntur setelah melewati pohon haur yang ditanam atas perintah dari gurunya Ki Bebe sendiri.
Kemudiann Karena demi keamanan, keselamatan dan dianggap telah berjasa, Samsuri diangkat menjadi
anggota TNI, sedangkan jasad Ki Bebe dikebumikan di kampung halamannya, Gombol Karawang.
Tahun 1956 Warga Desa Cibungur akhirnya bisa hidup tentram terlepas dari cengkarman keganasan Ki
Bebe.
Sumber Tulisan :
1. Babad Desa Cibungur
2. Ki Ahim (Sekertaris Desa Cibungur tahun 1950 – 1960)
3. Mak Sarikem (Sesepuh Desa Dangdeur)
4. Mih Encih (Tokoh Adat Desa Cibungur)
5. Bpk. Masno (Tokoh adat / Sesepuh Kp. Cilodong Desa Cikopo)
6. Bpk. Tatang Taryana, SM. (Kepala Desa Dangdeur 2008 – 2029)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar