Pohon Bungur Yang Masih Tersisa Diarea Petilasan |
Desa Cibungur Kecamatan Bungursari Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
Nama Cibungur diambil dari dua unsur yaitu :
Versi pertama :
Ci (bahasa sanksekerta) = Cahaya
Bungur = warna ungu
Versi kedua :
Ci (bahasa sunda) = cai (Air;bahasa indonesia),
Bungur = nama sebuah pohon yang berbunga warna ungu (Lagerstroemia;latin),
Peradaban di sekitar Desa Cibungur diperkirakan sudah ada pada masa Kerajaan Pajajaran, hal tersebut dapat merujuk kepada beberapa tempat petilasan yang dikeramatkan bernama Petilasan Maqom Ki Raga Sakti dimana nama tersebut juga terdapat di Cirebon yang dikaitkan dengan nama Raden Walangsungsang alias Kuwu Sangkan (1423 M - 1529 M), Petilasan Ibu Gamparan Nyai yang kemungkinan nama lain dari Nyimas Rara Santang (1426 - ) keduanya merupakan putra - putri Prabu Siliwangi dari istri Nyi Subang Larang yang keluar dari istana Pajajaran sekitar tahun 1443 M, selain kedua petilasan tersebut juga terdapat sebuah tempat yang dikeramatkan bernama Pasir Leuit yaitu tempat pusat lumbung padi hasil panen atau dikenal dengan leuit salawe jajar dimasa pemerintahan Prabu Siliwangi.
Nama Cibungur kemudian dijadikan identitas sebuah wilayah kegiatan pertanian yang merujuk kepada sebuah tempat keramat lainnya yaitu Petilasan maqom Mbah Jelom yang dianggap paling sakral dari petilasan lainnya di sekitaran Desa Cibungur. Menurut informasi kuncen pertama yang kemudian turun temurun, Mbah Jelom adalah orang sakti ahli pertanian dan dikenal dengan istilah apabila menanam pagi sudah bisa panen disore hari, beliau juga merupakan salah satu petinggi Mataram karena dulu yang membersihkan dan membangun petilasan tersebut juga orang – orang dari mataram.
Kegiatan pertanian padi masyarakat sunda pada umumnya dilakukan diatas tanah darat (ngahuma) yang berpindah - pindah tempat sehingga banyak membuka ruang - ruang lahan pertanian baru yang sebelumnya area hutan - hutan dan rawa - rawa.
Setelah Kerajaan Pajajaran berakhir tahun 1579 lalu beralih ke Sumedang Larang, kegiatan pertanianpun ikut terhenti. Ditahun 1620 setelah Sumedang Larang dan kerajaan lainnya di jawa barat bergabung dibawah panji Mataram, aktifitas pertanian dijalankan kembali dengan beralih ke metode bercocok tanam padi sawah yaitu daerah rawa - rawa yang dijadikan lahan pertanian padi dengan sistem irigasi, yang mana pada masa itu Kesultanan Mataram sedang mengemban misi menjadikan Karawang sebagai pusat logistik (gudang beras) disaat perang melawan VOC di Batavia di tahun 1628 M - 1629 M yang dipimpin oleh Dipati Ukur.
Dikarenakan metode penanaman padi sawah harus menetap dan berbeda dengan sebelumnya penanaman padi (ngahuma) yang selalu berpindah - pindah, akhirnya diutus orang - orang dari Sumedang Larang dan Galuh untuk menanam padi sawah dan kemudian menetap.
Desa Cibungur sebelumnya mempunyai luas +5,9juta Ha, dan terakhir mempunyai luas wilayah +520,460 Ha setelah beberapa kali melakukan pemekaran diantaranya tahun :
1. 1894 - Cibening dan kemungkinan beberapa desa lain disekitarnya (pembukaan lahan perkebunan kopi seluas 211 Bau).
2. 1977 / 1978 - Cinangka (REPELITA Orde Baru)
3. 1983 - Dangdeur dan Bungursari (REPELITA Orde Baru)
4. 1986 - Wanakerta (dimekarkan dari Cinangka REPELITA Orde Baru)
Walaupun peradaban di Desa Cibungur sudah ada sejak jaman Pajajaran dan Mataram namun pemerintahan Lurah Desa Cibungur mulai tercatat secara administrative pada masa pemerintahan kolonial Belanda di tahun 1891 M
1. Ki Wanadipura / Lurah Burut (1890 – 1912)
2. Lurah Epol (nama alias) ditunjuk Pemerintahan Hindia Belanda (1912 - 1921)
3. Ki Wanadireja (1921 – 1944)
4. Ki Wanadikarta / Lurah Keron (1944 - 1947)
5. Pjs. Iyan (1947)
6. Pjs. Among (1948)
7. Ki Wanadikarta / Lurah Keron (1949 - 1960)
8. Pjs. Subna (1960 - 1963)
9. Pjs. Dulaikh (1963 - 1966)
10. Pjs. Naipan (1966 - 1970)
11. H. Dailan (1970 - 1976)
12. Pjs. Jatma (1976 - 1980)
13. H. Ayus Rusmana (1980 - 1988)
14. Pjs. (1988 - 1991)
15. H. Sawon Suharyono (1991 - 2007)
16. H. Aang Anwar (2007 - 2013)
17. Drs. H. Anwarudin (2013 - 2019)
18. Pjs. Iswin (2019 - 2021)
19. Pjs. Mulyadi (2021)
20. H. Aang Anwar (2021 - 2029)
Sedangkan Kepala Pemerintahan Desa (Lurah) atau merupakan seorang tokoh adat sebelum era kolonial pemerintahan Hindia Belanda yang tidak diketahui tahunnya kemungkinan besar adalah beberapa makam yang dikeramatkan yang tersebar di sekitaran Desa Cibungur diantaranya :
1. Raden Aria Kadut / Raden Suria Kencana (Wanakerta)
2. Ki Bagus Kalintung (Wanakerta)
3. Mbah Utik (Dangdeur)
4. Mbah Likam (Dangdeur)
5. Ki Jaksa (Cigelam)
6. Ibu Ageung (Cigelam)
7. Bpk. Bandung (Cigelam)
8. Ki Jaesah (Cibungur)
9. Ki Gareget (Cibungur)
10. Ki Rabil (Cinangka)
11. Ki Praja (Cinangka)
12. Mbah Saminten (Bungursari)
(Sumber : Babad Desa Cibungur)